Koran Cikarang

Berita Terbaru Hari Ini,Berita Hari Ini Terbaru,Berita Update,Lowongan Kerja Cikarang Terbaru,cikarang,waterboom cikarang,lippo cikarang,waterboom lippo cikarang,lowongan kerja cikarang,hotel di cikarang,water boom cikarang,loker cikarang,loker cikarang terbaru,cikarang listrindo,hotel bekasi

Koran Cikarang

Berita Terbaru Hari Ini,Berita Hari Ini Terbaru,Berita Update,Lowongan Kerja Cikarang Terbaru,cikarang,waterboom cikarang,lippo cikarang,waterboom lippo cikarang,lowongan kerja cikarang,hotel di cikarang,water boom cikarang,loker cikarang,loker cikarang terbaru,cikarang listrindo,hotel bekasi

Koran Cikarang

Berita Terbaru Hari Ini,Berita Hari Ini Terbaru,Berita Update,Lowongan Kerja Cikarang Terbaru,cikarang,waterboom cikarang,lippo cikarang,waterboom lippo cikarang,lowongan kerja cikarang,hotel di cikarang,water boom cikarang,loker cikarang,loker cikarang terbaru,cikarang listrindo,hotel bekasi

Koran Cikarang

Berita Terbaru Hari Ini,Berita Hari Ini Terbaru,Berita Update,Lowongan Kerja Cikarang Terbaru,cikarang,waterboom cikarang,lippo cikarang,waterboom lippo cikarang,lowongan kerja cikarang,hotel di cikarang,water boom cikarang,loker cikarang,loker cikarang terbaru,cikarang listrindo,hotel bekasi

Koran Cikarang

Berita Terbaru Hari Ini,Berita Hari Ini Terbaru,Berita Update,Lowongan Kerja Cikarang Terbaru,cikarang,waterboom cikarang,lippo cikarang,waterboom lippo cikarang,lowongan kerja cikarang,hotel di cikarang,water boom cikarang,loker cikarang,loker cikarang terbaru,cikarang listrindo,hotel bekasi

Laman

Showing posts with label Link. Show all posts
Showing posts with label Link. Show all posts

Jonggol Kota mandiri Wacana Ibukota (4)

Koran Cikarang - Wacana  Jonggol sebagai pusat pemerintahan RI muncul karena Jakarta  sudah terlalu padat dan kumuh. Tidak hanya itu, jika anda ingin keluar rumah, maka akan langsung ketemu sama macet.

Selain itu, pada setiap tahunnya, permukaan tanah di Jakarta turun kurang lebih lima sentimeter dan bayangkan untuk beberapa puluh tahun kedepan pasti akan tenggelam ibukota ini.

Jika hal ini dibiarkan maka kita akan mengalami kerugian yang sangat besar hingga triliyunan rupiah. Kerugiannya itu terjadi karena kemacetan lalu-lintas, termasuk kemacetan ketika banjir.

Contohnya banjir di Tol Sedyatmo menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta beberapa waktu yang lalu. Karena banjir itu, kegiatan bisnis terhambat karena dan hal ini telah mencoreng nama Indonesia di mata internasional.

Tidak hanya itu, mengacu kepada konsep negara-negara maju dan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, pemerintah di sana memisahkan antara pusat ibukota pemerintahan dengan pusat ibukota bisnis.

Pandangan terkait perlunya Indonesia memindahkan ibukotanya tersebut, yang salah satu wacananya adalah di Jonggol, dikemukakan oleh Sutan Bhatoegana (saat itu wakil Wakil Ketua Komisi VII DPR RI). Berikut wawancaranya dengan INTELIJEN pada Mei 2008 lalu.

Awal tahun 2008 ini, muncul wacana terkait pemindahan ibukota negara ke wilayah Jonggol. Apa alasan menjadi demikian?
Salah satu pengusul utamanya saya waktu dimunculkan wacana ini. Memang saat itu kita pikirkan bahwa Jakarta ini sudah terlalu padat dan kumuh. Nanti akan terjadi ketika Anda ingin keluar rumah langsung ketemu sama macet.

Pertama, setiap tahunnya, permukaan tanah di Jakarta turun kurang lebih lima sentimeter dan bayangkan untuk beberapa puluh tahun kedepan pasti akan tenggelam ibukota ini.

Kedua, kalau hal ini kita biarkan maka akan mengalami kerugian yang sangat besar hingga triliyunan rupiah. Kerugiannya apa? Macet lalu lintas ketika banjir.

Contohnya banjir di Tol Sedyatmo menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta beberapa waktu yang lalu, kegiatan bisnis terhambat karena hal itu dan telah mencoreng nama Indonesia di mata internasional.

Ketiga, mengacu kepada konsep negara-negara maju dan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia bahwa mereka pisahkan antara pusat ibukota pemerintahan dengan pusat ibukota bisnis.

Di Malaysia, pusat ibukota pemerintahannya berada di Putrajaya, dengan pusat ibukota bisnisnya di Kuala Lumpur. Demikian juga di Amerika Serikat, pusat ibukota pemerintahannya berada di Washington DC, dengan pusat ibukota bisnis di New York.

Agar Jakarta indah menjadi kota idaman dan perjuangan kita semua maka muncullah ide-ide tersebut. Memindahkan ibukota juga jangan terlalu jauh dari Jakarta karena untuk mempermudah akses dan menghemat cost maka dipilihlah Jonggol yang nantinya akan berganti nama menjadi Jayakarta.

Saya juga bertanya kepada pihak-pihak terkait di kementerian lingkungan hidup apakah di Jonggol bagus kalau dijadikan ibukota? Mereka mengatakan sangat bagus karena bisa sebagai penyangga banjir dari Bogor, Puncak lalu ke Jakarta.

Di Jonggol, rencananya, akan dibuat tempat penampungan-penampungan air dan hanya dipakai disana saja jadi Jakarta nantinya tidak akan kebanjiran lagi. Ini sangat bagus karena ditata.

Era rezim Orde Baru sebenarnya ada Keppres yang menjadikan Jonggol sebagai Kota Mandiri. Apakah wacana pemindahan ibukota negara ke Jonggol terkait dengan Keppres ini?
Kita tidak melihat ke sana tetapi ada pihak yang mengkait-kaitannya namun Keppres itu dibuat karena anak-anak Pak Harto membeli tanah di sana sekitar beberapa puluhan ribu hektar.

Jadi ada asumsi kalau mereka itu makin memperkaya kroninya saja. Kalau mau, buka saja buat harga yang bagus dan cocok untuk masyarakat di sana supaya bisa menikmati semualah. Toh juga ini untuk rakyat jadi tidak perlu ada permainan.

Saya kira sampai sekarang pihak Cendana masih menguasai tanah di Jonggol. Kalau memang seandainya ibukota negara jadi pindah ke Jonggol maka harus ada negosiasi. Mereka dulu mendapatkan tanah di sini bagaimana, dengan cara apa, seperti itu.

Kita harus saling menguntungkan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan karena ini menyangkut nasib bangsa dan negara di masa depan.

Kalau dibongkar lagi kasus-kasus yang dulu mereka pasti ada kesalahan, okelah maafkan segala kesalahan itu, tapi dikasihlah harga tanah yang wajar untuk membangun kepada rakyat.

Harus ada pengorbanan jangan maunya menang sendiri, harus ada nilai-nilai kebangsaan mengutamakan kepentingan khalayak terutama berkaitan langsung dengan momen 100 tahun kebangkitan nasional.

Banyak pihak menilai, munculnya Keppres mengenai Jonggol sarat dengan muatan KKN?
Memang demikian. Mereka sudah mengetahui Keppres mau terbit lalu langsung mulai merambah ke sana. Itulah model orang Orde Baru seperti itu.

Kalau salah satu mau membangun sesuatu di sana terus ada yang mengetahui mereka langsung kasih itu ke kroni-kroninya karena harga tanah memang murah.

Pas dibangun bangunan itu, meledaklah semua harga tanah di sana mereka yang menikmati rakyat yang sengsara. Pola-pola seperti itu harus ditinggalkan jangan ada lagi kasihan rakyat yang menjadi korban.

Menurut Anda, sudah saatnya ibukota negara dipindahkan dalam waktu dekat ini?
Saya kira masih butuh waktu karena tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Bukan ibukota yang dipindah tetapi dibikin kota baru.

Kalau ibukota itu harus ditata, baik perencanaan, tata ruang dan birokrasi, contohnya begini, departemen itu harus langsung saling berdekatan seperti departemen kehutanan dengan lingkungan hidup lalu dengan energi dan sumber daya mineral, karena itu merupakan satu-kesatuan.

Kalau mau mengurus apa-apa yang berhubungan dengan ketiga departemen ini akan menjadi lebih mudah tidak sampai berhari-hari selesai. Jonggol merupakan lokasi yang bisa dikembangkan menjadi pusat pemerintahan terpadu seperti “one stop shopping.”

Mengurus surat di pemerintahan menjadi lebih mudah selesai. Sekarang lihat saja di Jakarta, Anda mengurus satu dokumen ya sudah satu hari satu departemen. Besok begitu juga sama dan bisa sampai seminggu baru selesai.

Jadi menurut saya masih butuh waktu tetapi kalau wacana itu diangkat lagi dan memang benar-benar ada respon positif dari pihak Pemerintah Pusat dan Pemda Bogor, ya sudah apalagi yang mau ditunggu? Sebab, Jakarta juga akan dijadikan Kota Wisata untuk menggaet wisatawan asing.

Konsep Kota Mandiri dan Terpadu seperti ini harus segera terealisasi jika pemerintah benar-benar siap karena kondisi Jakarta sekarang sudah semrawut dan sangat parah tata kelola pelayanan publik yang sangat buruk.

Wilayah Jonggol ternyata mempunyai kekayaan sumber daya alam terutama bahan tambang dan mineral. Apakah nantinya tidak akan bersinggungan dengan konsep pusat pemerintahan?
Perlu diadakan penelitian dari para ahli yang kompeten di bidangnya lalu ada analisa-analisa kemudian dibuatlah studi-studinya bahwa wilayah yang ada tambangnya itu dimana saja.

Saya tidak mempermasalahkan. Yang ada tambang ya ditambang saja. Itu sumber daya alam kita yang juga sumber devisa jangan dibiarkan tidur begitu saja. Jangan ada SDA terus diatas permukaan dibangun gedung kantor pemerintahan, rugi dong kita.

Dibuatlah desainnya yang bagus. Yang mau menambang ya menambang tapi didesain bagus yang ibukota dibuatlah pusat ibukota pemerintahan yang tertata rapih. Itu sangat besar wilayahnya jadi bisa dipetak-petak dan didesain sedemikian rupa agar tidak mengganggu.

Contohnya seperti di Putrajaya, Malaysia. Itu bekas tambang timah dulunya. Kalau kita ini ada tambang tapi belum diolah ya sudah tambang jalankan saja buat pusat pertambangan tapi ibukota tetap berjalan juga. Saling beriringan saling bersinergi.

Sekarang trendnya bernuansa pelestarian lingkungan semua jadi kita tidak harus takut, harus ada komitmen. Kita terbiasa dengan rasa takut seperti kalau menambang di daerah pedalaman hutan-hutan itu takut karena hutannya rusak atau apa, itu karena takut dengan Orde Baru.

Ketika mereka bongkar hutan itu dan mereka tidak menata ulang kembali atau tidak melakukan reboisasi ketika selesai mengeksploitasi. Sekarang hal seperti ini tidak ada lagi karena itu masuk tindakan kriminal terhadap pengrusakan lingkungan dan harus ditangkap. Bedalah eranya. Kita harus berpikir maju ke depan, optimis dan yakin kita bisa.

Sumber: http://www.intelijen.co.id/liputan/1481-perebutan-sda-di-qbogor-timurq-sutan-bhatoegana-jonggol-harus-dijadikan-ibukota-4

Jonggol Kota Mandiri Wacana Ibukota (3)

Koran Cikarang - Potensi wilayah Jonggol bukan hanya kekayaan sumber daya alam hasil tambang yang selama ini telah dinikmati. Jonggol juga telah beberapa kali diwacanakan untuk menggantikan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan RI.

Pada awal 2008 ini, tepatnya pada Februari lalu, ibukota Jakarta kembali dilanda banjir cukup besar. Banjir kala itu merendam hampir sebagian besar jalan protokol dan pemukiman di Jakarta.

 Akibatnya, akses dari dan menuju Jakarta menjadi lumpuh total. Kerugian diakibatkan banjir-pun berjumlah cukup besar. Jika kemacetan yang terjadi setiap harinya saja telah menelan kerugian sebesar Rp 43 triliun, lantas bisa dibayangkan berapa kali lipat kerugiannya jika Jakarta mengalami lumpuh total.

 Karena alasan tersebut, banyak pihak pada akhirnya berpendapat agar pusat pemerintahan RI dipindahkan saja ke Jonggol, Kabupaten Bogor. Konon di negara lain melakukan langkah serupa, jadi Jonggol bisa jadi ibukota pemerintahan, sedangkan pusat bisnis di Jakarta.

Pilihan jatuh ke wilayah Jonggol karena diprediksi dapat menghemat biaya, di samping relatif dekat dengan Jakarta. Karena alasan ini, maka semakin banyak pihak menyuarakan tekadnya untuk mendorong pemindahan ibukota pemerintahan ke Jonggol.

 Konon, Jonggol berpotensi menjadi lokasi untuk bisa dikembangkan menjadi pusat pemerintahan yang bisa seperti “one stop shopping”. Mengurus surat di pemerintahan jadi lebih mudah, seperti dilakukan pusat pemerintahan Putra Jaya, Malaysia.

Terkait pengembangan Jonggol sebagai “kota moderen,” jauh sebelum munculnya wacana pemindahan pusat pemerintahan RI tersebut, Jonggol pernah direncanakan sebagai Kota Mandiri. Tidak tanggung-tanggung, untuk memuluskan proyek Jonggol sebagai Kota Mandiri, Presiden Soeharto (alm) mengeluarkan Keppres nomor 1 tahun 1997 tentang koordinasi pengembangan kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

 Secara legal maupun materi muatan, Keppres ini tidak bermasalah. Namun, dari segi review, Keppres ini mengandung kepentingan keluarga. Pada Pasal 8 Keppres ini disebutkan, "segala biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan pembangunan kawasan Jonggol sebagai kota mandiri dilakukan sepenuhnya oleh usaha swasta".

Sementara penyelenggara pembangunan kawasan Jonggol ini, sebelumnya telah ditunjuk PT Bukit Jonggol Asri yang sahamnya dimiliki Bambang Trihatmodjo, putra mantan presiden RI kedua. Dengan "lengser"nya Presiden Soeharto pada 1998, praktis impian membangun kota masa depan sirna untuk sementara. Namun sebenarnya ada untungnya pula proyek ini dibatalkan karena kawasan Jonggol merupakan daerah resapan air.

Apa jadinya kota Jakarta, jika Jonggol telah dipenuhi dengan hutan gedung bertingkat. Selain tidak dilengkapi dengan amdal, proyek Jonggol juga banyak masalah dalam pembebasan lahan. Kota Jonggol Asri pada awalnya akan di-setting menjadi kota mandiri dengan menjadikannya sebagai kota baru terbesar dengan luas lahan sekitar 27 ribu hektare.

Rencananya, Jonggol memang akan diarahkan sebagai kota pemerintahan RI di abad mendatang. Ketika itu, sempat bergulir juga tuduhan sejumlah pelayanan spesial Nuriana kepada keluarga Cendana. Nuriana yang saat itu menjadi gubernur Jawa Barat ini disebut-sebut sebagai penggagas ide dua proyek raksasa, yakni pembangunan Kota Mandiri Bukit Jonggol Indah, Bogor, dan reklamasi Pantai Kapuk Naga, Tangerang.

Selanjutnya gagasan Nuriana ini ditangkap Bambang Trihatmodjo, anak ketiga bekas Presiden Soeharto. Melalui perusahaan konsorsium PT Bukit Jonggol Asri, Bambang Tri mendapat hak untuk membebaskan 30 ribu hektare lahan Jonggol atau hampir setengah wilayah DKI Jakarta.

Namun, ketika Bukit Jonggol Asri baru membebaskan sekitar 11 ribu hektare, Soeharto keburu lengser. Mega proyek Jonggol sebagai kota Mandiri pada akhirnya terpuruk dan tidak mendapatkan kejelasan hingga saat ini.

 Sementara itu, Nuriana dengan tegas menepis tudingan itu. Menurutnya, kedua megaproyek itu bukanlah idenya. Landasan hukumnya adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1997 dan Nomor 73 Tahun 1996. Pada akhirnya, ketika Soeharto digantikan Presiden Habibie, dua Keppres tersebut dengan segera dicabut. Namun kini, wacana Jonggol sebagai pusat pemerintahan RI telah telah muncul kembali. Akankah segera terealisasi?

 Rugi & Untung

Ketika Presiden BJ Habibie mencabut Keppres pada era Presiden Soeharto terkait Jonggol sebagai Kota Mandiri, alasan yang dikedepankan karena Keppres itu dinilai memberi peluang terjadinya penyimpangan dan terjadinya KKN dalam pelaksanaannya.

Tidak hanya itu, alasan lainnya yang dikemukakan karena proyek itu jika diatur dengan Keppres terlalu tinggi, sehingga pengaturan melalui Keppres itu memberi peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan, hal itu pernah disampaikan mantan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional era Habibie, Hasan Basri Durin.

Durin juga menyampaikan tentang kemungkinan penyimpangan lain yang akan terjadi, seperti dalam hal tata ruang dan penyimpangan dalam hal pemberian fasilitas. Lalu, dengan dicabutnya Keppres tersebut, proyek Jonggol diserahkan kepada Gubernur Jabar.

Ketika itu disampaikan pula, pengembangan kawasan Jonggol di kabupaten Bogor itu terkait dengan perusahaan milik Bambang Trihatmodjo yakni PT Jonggol Asri. Bahkan saat itu telah pernah disebut-sebut akan dipindahkannya ibukota negara ke Jonggol.

 Dengan realitas seperti itu, maka PT Jonggol Asri bisa dipastikan urung mendapatkan keuntungan seperti yang telah lama dibayangkan. Maka tidaklah mengherankan jika keluarga Cendana pada akhirnya “memasang jarak” terhadap Habibie.

Hubungan “panas” tersebut, hingga kini belum sempat tercairkan. Meskipun Habibie pernah mencoba mencairkan hubungan itu dengan menjenguk Soeharto saat tak sadarkan diri karena sakit, tetapi tampaknya usaha presiden ketiga RI itu sia-sia saja.

Hingga saat mantan Presiden Soeharto meninggal dunia, hubungan antara Habibie dan keluarga Cendana gagal diselamatkan. Padahal sebelumnya, ketika Soeharto masih menjabat presiden RI, Habibie dijadikan “anak emas” presiden kedua RI itu.

Beralasankah jika keluarga Cendana bersikap seperti itu terhadap Habibie? Jika persoalan faktor ekonomi terkait Jonggol sebagai Kota Mandiri yang menjadi penyebabnya, maka bisa dihitung kerugiannya.

Andai pelaksanaan proyek tersebut lancar, maka PT Jonggol Asri akan mengelola lahan seluas 30 ribu hektare. Ketika kota mandiri tersebut dibangun, harga tanah di sana, tentu akan berlipat.

Seandainya harga tanah baru di kota mandiri Jonggol dipatok dengan harga rata-rata sekitar Rp 500 ribu, maka PT Jonggol Asri akan memanen uang sebesar Rp 15 triliun. Itu hanya dari tanah saja, lalu bagaimana dengan harga bangunan yang pengerjaannya juga akan dilaksanan perusahaan itu? Tentu uang yang akan didapatkan semakin berlipat-lipat.

Tapi mimpi itu kini sudah tidak mungkin lagi menjadi kenyataan, meski wacana Jonggol sebagai pusat pemerintahan masih berkembang, PT Jonggol Asri tidak akan pernah lagi mendapatkan keuntungan seperti perhitungan awalnya.

Namun dengan luas tanah yang hingga kini masih dikuasai PT Jonggol Asri, sekitar 11 ribu hektare, perusahaan itu bisa dipastikan masih menjadi pemain yang diperhitungkan di dalam pembangunan Jonggol sebagai pusat pemerintahan jika benar-benar diwujudkan.

Pada akhirnya, cepat atau lambat keluarga Cendana masih saja akan mendapatkan keuntungan besar terkait wilayah Jonggol. Tertundanya pembangunan Jonggol sebagai pusat pemerintahan, hanyalah penundaan sementara bagi keuntungan yang akan dinikmati keluarga Cendana.

Sumber : http://www.intelijen.co.id/liputan/1474-perebutan-sda-di-qbogor-timurq-jonggol-alternatif-pusat-pemerintahan-ri-3